Mereka meminta pemerintah mengkaji ulang undang-undang tersebut karena dianggap dapat membungkam kerja jurnalis di lapangan.
Jurnalis yang tergabung dalam Jurnalis Anti Pembungkaman, berasal dari berbagai organisasi pers di Kota Medan seperti Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, berpartisipasi dalam aksi ini.
Ketua IJTI Sumut, Tuti Alawiyah Lubis, menyoroti pasal tentang jurnalisme investigasi, khususnya Pasal 50B ayat 2 huruf c, yang melarang siaran jurnalisme investigasi eksklusif. Tuti menyayangkan aturan ini keluar dari Komisi I yang membidangi bidang penyiaran, mengingat beberapa anggotanya adalah mantan jurnalis.
Menurut Tuti, pembatasan dalam RUU Penyiaran akan membatasi akses masyarakat terhadap informasi. Aturan tersebut mempengaruhi profesi jurnalis dan hak masyarakat mendapatkan informasi. Semua peserta aksi sepakat menolak RUU Penyiaran.
Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran sedang dibahas di DPR RI dan menjadi sorotan karena beberapa pasal kontroversial. Selain pelarangan jurnalisme investigasi dalam Pasal 50B ayat (2), draf ini juga mencantumkan sanksi untuk pelanggaran seperti teguran tertulis, pemindahan jam tayang, hingga pencabutan izin penyiaran. Pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran atau pelarangan tampil.